Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Dinas Pertanahan Daerah mengenai pekerjaan Penyusunan Rencana Terpadu dan Jangka Menengah Kawasan Strategis Keistimewaan Tahun 2016.
LATAR BELAKANG
Pada masa awal berdirinya Kraton Yogyakarta tahun 1755, tata ruang Yogyakarta berupa tata ruang dasar yang terdiri dari elemen Catur Gatra Tunggal dan unsur filosofis pembentuk tata ruang dasar Yogyakarta, seperti sumbu imajiner laut Selatan, Kraton, Tugu (Golong Gilig) dan Merapi. Sumbu imajiner tersebut membentuk sumbu filosofi yang merepresentasikan filosofi pembentukan Kraton Yogyakarta yang mewarnai kehidupan masyarakat Yogyakarta. Tata ruang dasar tersebut kemudian berkembang seiring dengan munculnya pemukiman bagi anggota keluarga kraton (bangsawan) dan pegawai kraton (abdi dalem).
Pada tahun 2012, Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Undang-undang nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kewenangan DIY dalam urusan keistimewaan yaitu tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; kebudayaan; pertanahan dan tata ruang. Di dalam mengawal keistimewaan tersebut, khususnya pada aspek tata ruang, perlu mengacu pada nilai dasar filosofi Keistimewaan Yogyakarta, yaitu Hamemayu Hayuning Bawana, Sangkan Paraning Dumadi, Manunggaling Kawula lan Gusti, Tahta Untuk Rakyat, Catur Gatra Tunggal, serta Pathok Nagoro.
Pelestarian pusaka di Yogyakarta berkembang pada tataran yang lebih komprehensif, dimana pelestarian tidak hanya pada aspek fisik, namun juga terkait dengan potensi alam, budaya (ragawi dan tak ragawi), serta interaksinya dengan masyarakat yang diarahkan pada pelestarian dan pengembangan kawasan berkelanjutan. Kajian ini sebagai upaya untuk mewujudkan konsep tersebut, dimana pelestarian pusaka harus dapat memberi dampak positif pada perekonomian rakyat, menjaga kelestarian lingkungan dan memberi arahan perkembangan kawasan yang berbasis pelestarian pusaka dalam konteks berkelanjutan. Dengan adanya rumusan pelestarian pusaka yang komprehensif dan terintegrasi dengan berbagai pihak terkait termasuk penyusunan kebijakan, diharapkan arah perkembangan DIY dapat direncanakan menuju kota pusaka yang berkelanjutan lintas kota dan kabupaten.
Rencana terpadu dan jangka menengah Kawasan Strategis Keistimewaan ini merupakan kelanjutan dari kajian serupa yang telah dilakukan dalam lingkup Kawasan Budaya Perkotaan DIY pada tahun 2014. Dengan adanya pemikiran bahwa wilayah DIY pada dasarnya memiliki keistimewaan, maka dilakukan kajian mengenai kawasan strategis keistimewaan dalam lingkup yang lebih luas, yaitu Provinsi DI.Yogyakarta. Beberapa prinsip yang digunakan sebagai acuan dalam kajian, lingkup kawasan perkotaan budaya Yogyakarta yang lalu, juga digunakan dalam kajian ini.
Oleh karena itu, prinsip analisis dan pembahasan dalam kajian ini secara umum memiliki kerangka alur yang serupa dengan kajian lalu, hanya lingkup kawasan yang lebih luas. Dengan adanya kajian ini digali dan ditemukan berbagai kekayaan pusaka di wilayah propinsi DIY di luar kawasan perkotaan yang penting untuk dilestarikan. Kajian ini diharapkan mampu melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan keistimewaan DIY sebagaimana yang dicita-citakan oleh pendirinya menjadi wilayah yang nyaman, ramah, berbudaya luhur, makmur dan religius.
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari kegiatan ini adalah tersedianya Rencana Terpadu dan Jangka Menengah Kawasan Strategis Keistimewaan yang diperlukan untuk mengawal kelestarian keistimewaan Yogyakarta. Tujuan penyusunan adalah sebagai acuan dasar penataan dan pelestarian (perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan) DIY, dengan manfaat sebagai berikut:
- Kerangka kerja untuk perencanaan dan pelestarian (perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan) masa depan dan pengelolaan tata ruang keistimewaan DIY yang memiliki kekayaan berbagai Kawasan Strategis Keistimewaan yang mampu terus memancarkan jati dirinya.
- Sebagai dasar pertimbangan perencanaan dan pengambilan keputusan yang bersifat tahunan
- Tersedianya dokumen formal untuk mengatasi inkonsistensi dalam pembangunan
- Sebagai sarana yang digunakan untuk mengidentifikasi peluang pembangunan infrastruktur maupun budaya di KSK yang dapat dikerjasamakan dengan swasta
WILAYAH PERENCANAAN
Keutamaan dalam kawasan strategis keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah kawasan-kawasan yang memiliki keunggulan pusaka saujana, budaya (ragawi dan tak ragawi), dan alam. Secara umum, wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dikategorikan menjadi Kawasan Perkotaan Yogyakarta dan Luar Kawasan Perkotaan Yogyakarta. Pada pekerjaan ini, wilayah yang menjadi fokus perencanaan adalah area Luar Kawasan Perkotaan Yogyakarta yang secara administratif termasuk dalam Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Gunungkidul.
Kawasan keistimewaan yang termasuk dalam lingkup Kawasan Perkotaan Yogyakarta dalam pekerjaan ini ditinjau kembali. Kawasan yang ditinjau kembali merupakan kawasan-kawasan strategis yang sudah ditetapkan dalam beberapa kajian, yaitu RTRW DIY tahun 2009-2029, Kajian Pengembangan Kawasan Pusaka Kota Yogyakarta melalui Penataan Sarana dan Prasarana dalam Rangka Keistimewaan Yogyakarta tahun 2013, dan Kajian Rencana Induk Kawasan Budaya Perkotaan Yogyakarta tahun 2014-2034. Dengan demikian, lingkup kajian ini meliputi Kawasan Strategis Keistimewaan Perkotaan Yogyakarta, serta kawasan lain dalam lingkup DI Yogyakarta yang tersebar di empat Kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman, Kulonprogo, Gunung Kidul dan Bantul.
PENDEKATAN PERENCANAAN DAN PROSES STUDI
Dalam penyusunan rencana ini digunakan tiga pendekatan perencanaan. Pendekatan pertama merupakan hasil kajian dari Rencana Induk Kawasan Budaya Perkotaan Yogyakarta 2014-2034 yang mana menemukan delapan nilai keunggulan DI Yogyakarta. Nilai keunggulan ini didapatkan dari pengumpulan data primer dan sekunder di DI Yogyakarta berupa nilai ekologi; nilai arkeologi atau kepurbakalaan; nilai filosofi; nilai keanekaragaman budaya dunia; nilai revolusi/perjuangan/Keindonesiaan; nilai pendidikan; nilai seni tradisi dan kontemporer; dan nilai kerakyatan/komunitas kampong dan anak muda.
Pendekatan kedua merupakan pendekatan nilai komprehensif berdasarkan Historic Urban Landscape yang mana merupakan pendekatan pengelolaan sumber daya pusaka dalam lingkungan yang selalu berubah dan dinamis. Dalam pendekatan ini, dilakukan pengenalan dan identifikasi layering sejarah dan interkoneksi alam-budaya, tangible-intangible, nilai internasional-lokal yang terdapat di lingkungan kota. Nilai-nilai tersebut menjadi titik awal pengelolaan dan pengembangan kota yang memiliki sumber daya pusaka.
Pendekatan ketiga merupakan pendekatan pragmatis dengan Instrumen Pelestarian Kota Pusaka sebanyak 8 instrumen. Kedelapan instrumen ini melingkupi segala aspek manajemen pelestarian kota pusaka yang dimulai dari kelembagaan dan tata kelola; inventarisasi dan dokumentasi; informasi, edukasi dan promosi; ekonomi kota pusaka; pengelolaan risiko bencana; pengembangan kehidupan budaya masyarakat; perencanaan ruang dan sarana prasarana; dan olah desain bentuk kota pusaka.
Selama proses studi, pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan partisipatif dengan Focus Group Discussion (FGD). Dalam FGD akan dihasilkan interaksi data ketika berdiskusi sehingga akan menambah kedalaman informasi.