Mengintip Kreasi Lulusan Arsitektur yang Gak Sebatas Jadi Arsitek
“Latar belakang pendidikan arsitektur, tapi keluarannya bisa bebas jadi siapa saja. Bakat semangat passion-nya ada di sana,” kata Ben.
Dengan berjalan mengitari ruang pamer berlawanan dengan jarum jam, perjalanan kami dimulai.
1. Arsitek bisa mengkritik perkembangan teknologi lewat seni instalasi
Mata kami langsung berserobok dengan karya Retno Mayasari yang biasa dipanggil Onno. Alumni Arsitektur yang mulai kuliah Angkatan 1988 itu membuat karya instalasi yang diberi judul Badai Literasi. Ada instalasi berbentuk otak di atas meja. Kemudian dikelilingi ribuan simcard telepon seluler dari aneka provider yang direkatkan pada tali plastik yang dipasang secara spiral.
Karyanya mengkritik kemajuan teknologi yang bak pisau bermata dua. Satu sisi memberi kemudahan dan meningkatkan kreativitas.
“Sisi lain memporakporandakan struktur logika penggunanya,” kata Onno.
2. Arsitek pun dekat dengan dunia sketsa dan fotografi
Sejumlah alumni arsitektur mempunyai hobi fotografi. Sebagian lagi menjadi fotografi sebagai profesi. Seperti Hendra Kusuma yang memilih berfokus menjadi fotografer fashion. Mereka mempunyai rentang usia 20-an hingga 60-an tahun.
Di sisi lain, aktivitas coret mencoret garis di atas kertas di dunia arsitektur, ada yang meneruskannya menjadi sosok-sosok yang hobi membuat sketsa. Seperti yang terpampang dalam tayangan visual sejumlah sketsa bangunan-bangunan di Munchen, Spanyol, Yogyakarta, dan sejumlah kota di negara lain.
“Jadi kalau traveling bawa kertas dan alat gambar,” kata Ben.
3. Sisi kreatif produk desain fashion ala arsitek
Elsana Bhekti Nugroho menjadi desainer fashion dengan teknik ecoprint. Motif-motif karya fashionnya dibuat dengan cara mencetak aneka dedaunan di atas kain. Ia memberi nama Swaloka dan Arane. Selain memajang kain dan baju dalam bentuk jadi, proses pembuatannya juga ditampilkan lewat layar televisi.
Di sebelahnya adalah desainer fashion yang masih menekuni dunia arsitektur, Vania Avanti yang membuat tas dari kayu. Ben mengisahkan, karya itu bermula dalam pengalaman risetnya di Pulau Nias, Sumatera Utara. Ia tinggal di di sebuah rumah kuno berusia ratusan tahun yang tengah direnovasi.
“Ada limbah-limbah kayu di sana. Lalu diolah jadi tas kayu yang diberi nama Omo,” kata Ben.
Ia juga memajang dua foto orang asli Nias dengan pakaian khas tradisional mereka menjadi latar dalam karya-karyanya.
4. Arsitek juga bisa jadi animator film lho
Kami masuk di ruang agak gelap karena berlatar dinding yang ditutup kain hitam. Di sana, dua karya kakak beradik Kelik dan Bayu yang menggunakan teknologi berupa animasi dipamerkan. Satu karya berupa hologram yang menampakkan boneka kartun yang berjalan di tempat. Karya lain ditampilkan pada tayangan video tentang karya-karya animasi mereka dalam sejumlah film.
Seperti penampakan tokoh rekaan Wiro Sableng si pemilik kapak 212 yaang tengah berlaga. Ada efek gelombang seperti pusaran air ketika mereka beradu tangan. Ada penampakan hutan di sekitar mereka. Atau pada sajian lain penampakan gedung sekolah, taman yang seolah riil. Padahal belum tentu si aktor ada di sana.
“Mereka dapat award untuk special effect dalam film Wiro Sableng,” kata Ben.
5. Karya ilustrasi arsitek dibidik klub-klub sepakbola Eropa
Di anak tangga menuju lantai atas, kepala kami diajak mendongak. Tampak kertas-kertas yang dipotong memanjang dan disusun terpisah secara horizontal dan vertikal. Jika dilihat pada titik yang tepat dari tempat kami berpijak akan melihat sosok wajah yang digambar pada potongan-potongan kertas itu secara utuh.
“Itu wajah dosen pembimbing saya. Almarhum Pak Wondo Abiseno,” kata Ben.
Penggarap sketsa bernama Galih Satria yang memilih menjadi illustrator. Ben bertemu dengannya dua bulan sebelum pameran dimulai. Sosok anak muda yang ke mana pun menjinjing messenger bag berisi gadget. Alat itu yang digunakan untuk mendesain gambar-gambar ilustrasi.
“Saya tanya, kamu hidup dari ilustrasimu? Iya. Terus yang beli siapa?” kata Ben menceritakan ulang pertemuan itu.
Dengan rendah hati, Galih bilang ia membuat aneka ilustrasi pesanan dari klub-klub bola papan atas di Eropa, seperti Prancis.
6. Alumni arsitektur bisa melanglang buana
Di lantai atas, berkumpul karya-karya para lulusan aristek yang sudah mapan, meski tidak menekuni utuh dunia aritekturnya. Ada pelestari warisan budaya, Laretna ‘Sita’ T Adishakti yang saat ini tengah di Tokyo, Jepang. Sita, panggilan akrabnya membuat peta perjalanan karyanya pada dinding yang melengkung dengan tajuk “Gerakan Pusaka Indonesia”. Ia juga menampilkan peta pusaka-pusaka bangsa yang harus dilestarikan dalam peta Indonesia Mozaik Saujana Pusaka.
Ada karya Adi ‘Mamo’ Purno yang masih konsisten di jalur arsitektur. Ia menerawang lokasi yang direncanakan menjadi ibu kota baru di Kalimantan. Kemudian Mayasari Sekarlaranti dan suaminya, Kenzo Wienand yang konsisten mengembangkan batik dengan pewarna alam indigo. Serta Haryo ‘Kongko’ Santosa yang mendesain gitar dan drum dengan batik yang dibuat dengan cara alami.