LATAR BELAKANG
Peninggalan De Javasche Bank (DJB) tersebar di berbagai kota di Indonesia. Keberadaan pusaka kota tersebut umumnya terletak dalam posisi ruang kota yang sangat berarti yakni di pusat kota yang sekaligus menunjukkan jati dirinya sebagai salah satu cikal bakal pertumbuhan kota. Sementara dari tampilan fisiknya juga memperlihatkan sosok yang berarti dalam mewakili rancangan pada jamannya. Berbagai bangunan eks DJB tersebut umumnya kini dimiliki dan dikelola oleh Bank Indonesia (BI).
Menilik sisi kesejarahan yang sangat berharga dan menonjol serta posisinya kini sebagai aset BI sudah selayaknya pemanfaatan dan pengelolaan pelestarian termasuk perawatan bangunan-bangunan eks DJB mengikuti kaidah-kaidah pelestarian yang benar. Pelestarian bangunan-bangunan eks DJB lebih jauh diharapkan mampu mendorong pemilik dan pengelola pusaka-pusaka lain di sekeliling kawasan melakukan hal yang sama, sekaligus mendorong pengembangan pelestarian pusaka di masing-masing kota dimana bangunan eks DJB berada.
Dipahami bahwa kebutuhan jaman dan perkembangan teknologi selalu terus meningkat yang menuntut berbagai fasilitas lama mampu memenuhi kebutuhan dan perkembangan tersebut. Dalam proses ini bangunan pusaka sangat perlu sekali diatur dan dikelola berbagai kemungkinan adaptasi terhadap tuntutan jaman tanpa merusak bangunan pusaka itu sendiri bahkan menjadikan proses ini justru akan lebih meningkatkan nilai kesejarahan, sosial budaya dan pemanfaatan maupun ekonomi bangunan pusaka. Bangunan pusaka ini bukanlah suatu “dead monument” namun justru sebuah “living monument” yang benar-benar hidup, fungsional dan bersinar, bahkan bila perlu mampu membiayai dirinya sendiri.
Untuk itulah kajian dan penyusunan strategi pemanfaatan dan pelestarian menjadi suatu kebutuhan mutlak dalam pengelolaan bangunan eks DJB. Dalam proses selanjutnya hasil penyusunan strategi pemanfaatan dan pelestarian akan dikaji melalui suatu pelaksanaan uji coba pada satu bangunan pusaka eks DJB di Yogyakarta. Sebelum penerapan perlu dilakukan identifikasi detil melalui pengukuran dan dokumentasi pelestarian yang terstruktur pada bangunan pusaka tersebut. Selanjutnya melalui hasil dokumentasi ini disusun buku panduan pelestarian dan perancangan bangunan pusaka eks DJB di Yogyakarta.
METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN
Berdasarkan berbagai definisi, pelestarian mengungkap cakupan upaya dokumentasi hingga perawatan, pemugaran, pemeliharaan dan pemanfaatan. Gagasan ini mungkin masih terlalu luas sehingga membutuhkan beberapa penyesuaian dengan kondisi lapangan sehingga dapat dilaksanakan secara tepat. Identifikasi dan analisis terhadap seluruh aspek bangunan eks DJB sangat terkait dengan lingkup waktu pelaksanaan. Untuk itu, studi kajian akan dilaksanakan berdasarkan data-data yang dapat diakses saja. Data-data yang terkumpul diharapkan dapat menunjukkan eksistensi masing-masing gedung serta aktualisasi perannya pada masa sekarang tanpa disertai analisis mendalam untuk keseluruhan bangunan. Selanjutnya akan dilakukan studi komparasi dengan pemanfaatan bangunan di lokasi-lokasi lain yang diharapkan dapat memberikan ide yang lebih luas terhadap strategi pemanfaatan gedung eks DJB.
Kajian Bangunan eks DJB di 12 kota di Indonesia (Banda Aceh, Medan, Padang, Jakarta-kota, Bandung, Cirebon, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Kediri dan Menado) diawali dengan kegiatan dokumentasi. Kajian merupakan penelitian arsitektur sehingga metodologi yang digunakan adalah metodologi untuk penelitian arsitektur yang mengandalkan pengetahuan dasar arsitektur khususnya terkait dengan bentukan bangunan, struktur dan konstruksi, tata ruang, lingkungan, sejarah, fungsi, serta isu-isu sosial, budaya dan ekonomi yang terkait dengan usaha-usaha pemanfaatan dan pelestariannya