Abstract
PERMASALAHAN
Kenyataan menunjukkan di Indonesia, dari hari ke hari, masih saja terdengar kabar bangunan-bangunan pusaka (heritage buildings), apakah yang sudah dinyatakan sebagai cagar budaya ataupun yang belum, yang menjadi tonggak perjalanan kehidupan suatu kota dan kenangan kolektif masyarakat dihancurkan. Bangunan-bangunan yang terusik dan terusak tersebut disertai pula dengan memudarnya berbagai kearifan lokal dan karakter budaya masyarakat setempat. Wajah kota kemudian tumbuh seragam di mana-mana. Kebhinekaan yang merupakan rajutan perwujudan masing-masing kondisi alam dan budaya lokal tergerus roda modernisasi. Hal ini juga mendorong persoalan baru tentang lingkungan yang tumbuh bebas hingga terjadi bencana-bencana sosial maupun alam, termasuk kepunahan pusaka-pusaka kota itu sendiri.
Mengapa bisa terjadi?
Padahal:
- Pusaka kota di Indonesia tidak hanya bangunan, tetapi sangat beranekaragam dan bernilai tinggi. Tiap kota/kabupaten bisa berbeda-beda
- Indonesia telah ikut berperan dalam perkembangan pelestarian bangunan maupun kota pusaka
- Indonesia telah memiliki aspek legal maupun kesepakatan etika pelestarian pusaka
Permasalahannya kemudian:
- Mungkinkah pelestarian bangunan gedung cagar budaya menjadi tonggak dalam keberlanjutan pelestarian Kota Pusaka?
- APAKAH KOTA PUSAKA-APAKAH PUSAKA KOTA?
Pada dasarnya kota pusaka, apakah berbentuk kota atau kabupaten, bahkan lintas kota-kabupaten memiliki keanekaragaman pusaka. Mulai dari makanan, tanaman, seni budaya hingga bangunan atau kawasan bahkan wilayah yang luas sejauh mata memandang (saujana/cultural landscape). Pusaka-pusaka kota tersebut perlu dilindungi dan diwariskan untuk generasi mendatang. Dalam prosesnya, ada yang harus diawetkan, namun juga ada yang perlu dikembangkan dan dimanfaatkan agar tetap hidup sepanjang masa. Berbaur dengan perkembangan jaman maupun menerima dengan selektif asupan globalisasi. Apalagi dinamika kehidupan perkotaan selalu cepat menerima berbagai informasi baru.
Kota adalah tempat untuk hidup dan pelestarian pusaka sejatinya merupakan gerakan kebudayaan. Pelestarian pusaka tidak hanya tentang masa lalu saja. Juga pusaka n perkotaan/kabupatetidak terbatas pada monumen. Perlu mempertimbangkan elemen sosial-budaya dan di antaranya ekonomi lingkungan lokal yang terajut membentuk “pusaka urban” (ASEF-UGM, 2012) Pemanfaatan dan keberlanjutan akan pusaka baik di perkotaan maupun rural menjadi lebih penting. Demikian pula keterlibatan masyarakat merupakan aspek yang tidak dapat ditinggalkan dalam mengatasi pelestarian perkotaan dan memperkuat dasar pembangunan masa depan kota pusaka. Bahkan kota pusaka adalah generator ekonomi kreatif. Melalui pemahaman akan nilai pusaka serta perlindungan yang harus dilakukan sebenarnya mampu memicu kreativitas berdasar aset pusaka yang ada.
Kishore Rao (2012), Direktur UNESCO World Heritage Center yang berkedudukan di Paris, menegaskan pentingnya pengelolaan perubahan dalam Kota Pusaka. Upaya pelestarian pusaka perkotaan telah berevolusi. Dari monumen dan situs arkeologi ke kota yang hidup dan saujana. Dari restorasi ke regenerasi serta panduan perencanaan dan disain perkotaan. Dari mono-disiplin ke integrasi dan perencanaan partisipatori. Perubahan-perubahan yang terus terjadi perlu dikelola dengan tetap agar pusaka-pusaka yang ada terlindungi dan termuliakan. Di sisi lain, mampu pula menghasilkan pusaka-pusaka baru.
Penulis : Dr. Ir. Laretna T. Adishakti, M. Arch.
Pelestarian Bangunan Gedung Cagar Budaya, Tonggak Keberlanjutan Kota Pusaka